Rabu, 17 Februari 2010

Menteri Jero Wacik Akui Kerusakan pada Situs Majapahit

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengatakan tidak akan mengintervensi tugas Tim Evaluasi Proyek Pusat Informasi Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, untuk merelokasi proyek. Tim Evaluasi akan bekerja untuk mencari tempat alternatif proyek Pusat Informasi Majapahit dan merehabilitasi situs yang terlanjur rusak akibat pembuatan cor beton untuk pondasi gedung.

Menurut dia, yang penting dalam membangun kembali bekas Kerajaan Majapahit itu konstruksi tidak merusak situs. "Situsnya tetap aman," kata Jero kepada wartawan, Rabu (14/1). Menteri Jero, Tim mulai bekerja Kamis (15/1). Mereka terdiri atas arkeolog, arsitek, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerhati arkeolog. Areal relokasi, kata Jero, masih dalam kawasan situs seluas 9 x 11,5 kilometer.

Alasannya, pemerintah terlanjur membeli tempat yang ternyata di bawahnya banyak situs purbakalanya. Ia mengakui, pembangunan pusat informasi yang telah berlangsung tahun lalu dan kemudian dihentikan, karena di bawahnya banyak situsnya.

"Kesalahan ini karena pemerintah memilih membangun pusat informasi di tempat yang sudah dibeli. Kalau ditempat yang disarankan sekarang (areal relokasi proyek) status tanahnya masih dimiliki rakyat. Belum tentu DPR setuju," kata Jero.

Tim Evaluasi, ia melanjutkan, akan merumuskan dan menentukan anggaran yang sebenarnya untuk pemugaran. Anggaran tahun lalu masih tersisa. Ketua Tim Evaluasi, Mundardjito, menegaskan akan bekerja cepat untuk merehabilitasi. Ia memaklumi kerusakan yang terjadi akibat kecepatan penggalian tanpa mengindahkan pencatatan data.

Arkeolog Universitas Indonesia ini berharap pemerintah mau belajar dari kerusakan situs Majapahit di Trowulan. "Harus ada pasal yang melarang perusakan situs bersejarah, " kata Mundardjito. Inspektorat Jenderal Departemen Kebudayaan dan Pariwisata kini memeriksa kerusakan situs Trowulan. Jika kesalahannya prosedural, Menteri Jero Wacik menyatakan akan memberi teguran. "Jika ditemui unsur kriminal maka akan diusut secara pidana."

Kerusakan Situs Trowulan Pertama Kali Diketahui Arsitek

Direktur Peninggalan Purbakala Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Soeroso mengatakan kerusakan situs Majapahit di Trowulan, Jawa Timur, pertama kali diketahui dari arsitek Pusat Informasi Majapahit, Baskoro Tedjo. ”Ia melihat terlalu banyak struktur bangunan di situs,” ujar Soeroso saat dihubungi kemarin.

Soeroso menuturkan, Baskoro melihat situs tersebut pada 26 November tahun lalu, setelah peletakan batu pertama pembangunan Taman Purbakala Majapahit di kawasan Pusat Informasi Majapahit, Mojokerto, Jawa Timur, pada 3 November. Temuan Baskoro lalu dilaporkan ke Direktorat Sejarah dan Purbakala. Soeroso bersama beberapa ahli arkeologi, termasuk Mundardjito, dari Universitas Indonesia, segera ke Trowulan.

Rekomendasi tim setelah kunjungan itu adalah menghentikan pembangunan. Proyek berhenti sementara selama satu pekan, tapi kemudian berlangsung lagi dalam pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto. Singkat cerita, pada 19 Desember tim Departemen bersama para ahli arkeologi memutuskan pembangunan Taman Purbakala Majapahit dihentikan.

Adapun Baskoro membenarkan bahwa dia menelepon Soeroso dan melaporkan hal tersebut. Sebagai arsitek, Baskoro mengaku tidak diberi tahu akan ada penggalian untuk membuat fondasi.

Padahal Baskoro sudah mengingatkan agar desain pembangunan tersebut dikerjakan dengan memperhatikan kondisi yang ada, yakni memperhatikan lokasi dan meminimalkan kerusakan situs. ”Sejak awal, saya sudah memberikan alternatif untuk melakukan penyelidikan pada site,” ujarnya saat ditemui di Bandung, Jawa Barat, kemarin

Arsitek senior perancang Selasar Soenaryo ini juga sudah mengingatkan bahwa pembangunan tidak boleh merusak situs. ”Desain saya adalah mengekspos keindahan situs, bukan merusak,” ujar pemenang kreatif Museum Tsunami Aceh ini.

Relokasi, kata dia, rencananya masih di dalam kawasan situs seluas 9 x 11,5 kilometer itu, tapi pada tempat yang sudah rusak. Ia mengakui pembangunan pusat informasi yang sekarang terletak pada situs yang memang di bawahnya padat sekali. Kesalahan ini karena pemerintah memilih membangun pusat informasi di tempat yang sudah dibeli. Kalau di tempat yang disarankan sekarang, ternyata masih dimiliki rakyat. ”Belum tentu Dewan Perwakilan Rakyat setuju untuk membeli saat itu,” kata Menteri Jero.

Ketua tim evaluasi, Mundardjito, menegaskan akan bekerja cepat untuk merehabilitasi situs. Ia memaklumi kerusakan yang terjadi akibat kecepatan penggalian tanpa mengindahkan pencatatan data. Kecepatan penggalian, kata dia, menyebabkan situs sulit direkonstruksi. "Sistem recording-nya kacau," ujarnya. Akibatnya, batu-bata yang dibongkar pekerja galian tidak ada tandanya.

Karena itu, dia berharap pemerintah mau belajar dari kerusakan situs Majapahit di Trowulan. ”Harus ada pasal yang melarang perusakan situs bersejarah,” ujarnya. Mundardjito berharap situs yang tersisa di Trowulan dapat dikonservasi. Kalau dibiarkan terbuka dan terkena pengaruh cuaca, akan mudah rusak. Ia menyarankan agar situs yang terbuka ditutup terpal plastik.

Jurusan Arkeologi UGM Gelar Aksi Protes Pembangunan Pusat Informasi Majapahit

Puluhan mahasiswa dan dosen Jurusan Arkeologi UGM menggelar aksi menolak pembangunanPusat Informasi Majapahit (Trowulan Information Centre) meski pemerintah melalui Depbudpar untuk sementara telah menghentikan proses pembangunannya.

Peserta aksi yang kebanyakan masiswa arekeologi ini selain mendesak agar pembangunan Pusat Informasi Majapahit dihentikan juga dipindahkan karena dinilai telah merusak situs Trowulan. Menurut mereka prosedur pembangunannya menyalahi tanpa disertai penelitian terlebih dahulu.

"Proses pembangunnanya dilakukan secara tergesa-gesa tanpa disertai penelitian arkeologis terlebih dahulu, kalau tetap diteruskan akan merusak dan tidak melestarikan peninggalan purbakala," ujar Ketua Jurusan Arkeologi, FIB UGM, Prof Dr Inajati Adrisijanti di sela-sela
aksi di Tugu Yogyakarta , Sabtu (10/1).

Menurut Inajati, pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) ini secara prosedur dinilai telah salah maupun pemilihan lokasi penanaman tiang yang justru menutup dan merusak beberapa situs. Dirinya mendesak agar pembangunan situs ini dihentikan. Jika pun akan dibangun harus tidak harus berada di atas situs Trowulan. Meski demikian, Inajati sendiri mengaku belum mengetahui siapa yang bertanggungjawab dalam kasus ini, apakah pihak ketiga dalam hal ini kontraktor ataukah pemerintah.

"PIM nya sangat bermanfaat, tapi lokasinya jangan di situs tersebut karena setiap jengkal tanah di situs Trowulan itu ada sisa-sisa peninggalan sejarah yang mahal harganya," kata Inajati.

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Arkeolog UGM Dr Daud Aris Tanudirjo mengatakan bahwa kesalahan pokok dalam pelaksanaan pembangaunan PIM karena tidak mengikutsertakan penelitian penggalian secara arkeologis terlebih dahulu.

"Kerusakan itu terjadi karena penggalian yang tidak dilakukan secara arkeologis, itu yang kita sangat sayangkan, sehingga banyak situs-situs yang rusak," katanya. Menurut Daud, penelitian arkelogis sangat penting untuk mengetahui lokasi yang bisa dibangun dan tidak boleh dibangun.

"Tetapi, entah faktor apa, yang didahulukan adalah dengan mendirikan tiang atau pancang terlebih dahulu, lalu kemudian semuanya dibersihkan, ini khan kita tidak tahu berapa situs yang kena," ujarnya.

Meski pembangunannya sudah dihentikan, imbuhnya, namun jumlah kerusakan yang ditimbulkan akibat pembangunan tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja sehingga perlu dilakukan pembenahan tidak mengalami kerusakan lebih lanjut.

"Kita tidak lagi dalam konteks mendesak menutup, yang harus kita lakukan ke depan adalah bagaimana yang rusak itu tidak semakin rusak. Memang secara arkeologis, sudah banyak yang rusak," kata anggota tim evaluator PIM yang ditunjuk oleh direktorat purbakala, Depbudpar.

Sementara koordinator aksi, Helmi anwar, dalam orasinya mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pembangunan pusat informasi majapahit, serta mempertanggungjawabkan kerusakan situs trowulan akibat pembangunan.

"Akankah kita biarkan identitas bangsa kita dirusak oleh oknum yang tidak bertanggungjawab ini, kita mendesak agar pembangunan ini dihentikan dan sebaliknyamelestarikan situs trowulan sebagai identitas bangsa," ujarnya.

Dalam aksi tersebut para mahasiswa juga membawa berbagai spanduk dan poster yang diantaranya bertuliskan "Hentikan Perusakan Kawasan Cagar Budaya", dan "Gerakan Peduli Benda Cagar Budaya". Aksi demo dilanjutkan dengan longmarch dari Tugu menuju Benteng Vredeburg di kawasan Jalan Malioboro dan diakhiri penandatngan pada spanduk keprihatinan.

Buntut Kasus PIM, Menbudpar Dilaporkan ke Polisi

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar), Jero Wacik, akan dilaporkan ke Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait Pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) yang dinilai merusak cagar budaya.

"Kami akan melaporkan Menbudpar selaku penanggung jawab penuh proyek PIM yang dinilai telah melanggar undang-undang," kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Faisal Mahmud, saat melakukan kunjungan ke lokasi PIM di Mojokerto, Jawa Timur, Kamis.

Ia menganggap Mendbudpar melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

"Perusakan situs Majapahit bukan hanya menyangkut pencitraan Indonesia, melainkan kelanjutan warisan nenek moyang, seperti benda cagar budaya yang keberadaannya tidak tergantikan uang yang diperoleh dari kegiatan pariwisata," katanya.

Pihaknya menjamin dalam waktu dekat ini akan melaporkan Mendubpar kepada Mabes Polri. "Kami akan segera melaporkan Mendubpar kepada Mabes Polri seteleh melakukan konsultasi dengan pimpinan dewan terlebih dahulu," katanya.

Lebih lanjut Faisal mengatakan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata harus bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi.

Menurut dia, pemerintah perlu segera merehabilitasi dan merelokasi bangunan ke lokasi lain.

"Intinya Departermen Kebudayaan dan Pariwisata harus bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi pada situs di Trowulan ini. Karena situs ini merupakan aset negara yang tidak tergantikan," katanya.

Dalam kunjungan hadir pula beberapa orang anggota DPD RI lainnya, seperti Nuruddin Arrahman dari Jawa Timur, Ali Warsito dari Yogyakarta, Nani Tuloli dari Gorontalo, Rusli Rachman dari Bangka Belitung, dan Ida Bagus Agastia dari Bali.(ANT)

Buntut Kasus PIM, Menbudpar Dilaporkan ke Polisi

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar), Jero Wacik, akan dilaporkan ke Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait Pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) yang dinilai merusak cagar budaya.

"Kami akan melaporkan Menbudpar selaku penanggung jawab penuh proyek PIM yang dinilai telah melanggar undang-undang," kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Faisal Mahmud, saat melakukan kunjungan ke lokasi PIM di Mojokerto, Jawa Timur, Kamis.

Ia menganggap Mendbudpar melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

"Perusakan situs Majapahit bukan hanya menyangkut pencitraan Indonesia, melainkan kelanjutan warisan nenek moyang, seperti benda cagar budaya yang keberadaannya tidak tergantikan uang yang diperoleh dari kegiatan pariwisata," katanya.

Pihaknya menjamin dalam waktu dekat ini akan melaporkan Mendubpar kepada Mabes Polri. "Kami akan segera melaporkan Mendubpar kepada Mabes Polri seteleh melakukan konsultasi dengan pimpinan dewan terlebih dahulu," katanya.

Lebih lanjut Faisal mengatakan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata harus bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi.

Menurut dia, pemerintah perlu segera merehabilitasi dan merelokasi bangunan ke lokasi lain.

"Intinya Departermen Kebudayaan dan Pariwisata harus bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi pada situs di Trowulan ini. Karena situs ini merupakan aset negara yang tidak tergantikan," katanya.

Dalam kunjungan hadir pula beberapa orang anggota DPD RI lainnya, seperti Nuruddin Arrahman dari Jawa Timur, Ali Warsito dari Yogyakarta, Nani Tuloli dari Gorontalo, Rusli Rachman dari Bangka Belitung, dan Ida Bagus Agastia dari Bali.(ANT)

Kerusakan Situs Majapahit Terlihat Sejak 26 November

Jakarta: Direktur Peninggalan Purbakala Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Soeroso menyatakan kerusakan situs Majapahit di Trowulan Jawa Timur diketahui pertama kali dari arsitek Pusat Informasi Majapahit, Baskoro Tedjo. "Ia melihat terlalu banyak struktur bangunan di situs," ungkap Soeroso ketika dihubungi Kamis (14/1).

Baskoro melihat situs tersebut pada 26 November 2008 lalu, setelah Menteri Kebudayaan dan Pariwisata meletakkan batu pertama pada pembangunan pusat infomasi tanggal 3 November. Temuan Baskoro, kata Soeroso kemudian dilaporkan ke Direktorat Sejarah dan Purbakala. Maka Soeroso, bersama beberapa arkeolog termasuk Mundardjito dari Universitas Indonesia segera meluncur ke Trowulan pada awal Desember.

Rekomendasi tim setelah kunjugan tersebut adalah dihentikan. Diakui Soeroso proyek memang berhenti sementara selama 1 pekan, tapi kemudian jalan lagi dalam pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto. "Balai ini pulalah yang melakukan pengawasan kontraktor," jelasnya.

Selama pemugaran, Balai Pelestarian kata Soeroso merupakan pengawas langsung. Maka Departemen tidak terlibat lebih jauh. Namun setelah penghentian satu pekan dan proyek tetap diteruskan, maka kata Soeroso, Mundardjito berang ketika mengecek penghentian pada 15 Desember. Akhirnya tanggal 19 Desember, tim Departemen bersama arkeolog rapat dengan tim memutuskan untuk dihentikan, tapi tiba-tiba beritanya sudah muncul di harian nasional.

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengaku sudah menerima usulan penghentian sejak di Pacitan ketika meresmikan Museum Jenderal Soedirman pada 15 Desember.

Setelah polemik Majapahit mengemuka, pada tanggal 21 Desember Soeroso dipanggil Menteri Jero mengklarifikasi situasi di Trowulan. Akhirnya mulai tanggal 23 Desember, pemugaran benar-benar berhenti.

Penyelidikan Kasus Taman Majapahit Jalan Terus

Penyelidikan polisi terhadap dugaan perusakan situs Majapahit akibat pembangunan Pusat Informasi Majapahit di kawasan situs Trowulan, Mojokerto, dipastikan tidak akan terpengaruh status penonaktifan Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur, I Made Kusumajaya, sejak Kamis (29/1).

Kepala Polres Mojokerto Ajun Komisaris Besar Tabana Bangun yang dikonfimasi Jumat (30/1) memastikan hal tersebut. Namun ia menyatakan belum mengetahui perkembangan lebih jauh kasus tersebut karena belum dikoordinasikan lagi dengan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Rofiq Ripto Himawan.

"Saya belum tahu perkembangannya lagi karena belum memanggil lagi (Kasatreskrim), namun itu (penonaktifan) tidak akan mempengaruhi pemeriksaan. Ya, saya juga dengar soal (penonaktifan) itu," kata Tabana.

Pemberi Informasi Mendadak Dimutasi

Endro Waluyo, Kepala Subkelompok Registrasi di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur, secara mendadak dipindahtugaskan ke Museum Trinil di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Alasan pemindahan itu karena Endro dianggap telah membocorkan informasi tentang pembangunan Pusat Informasi Majapahit kepada dunia luar.

Endro Waluyo yang dihubungi melalui telepon pekan lalu mengatakan, ia pasrah dengan keputusan atasannya tersebut. ”SK pemindahan sudah saya terima dan saya siap melaksanakan tugas di tempat baru meski harus pindah 140 kilometer jauhnya dari rumah secara tiba-tiba,” ujar Endro.

Menurut Endro, surat keputusan (SK) tersebut disampaikan pada Selasa (31/12) dan sudah efektif berlaku Senin ini. Artinya, hari ini Endro telah mulai bertugas di Museum Trinil di Kabupaten Ngawi.

”Alasan pemindahan saya disampaikan di depan banyak orang saat apel pagi. Bahkan, banyak masalah pribadi dibeberkan di hadapan banyak orang, tetapi saya terima saja karena saya yakin yang saya lakukan tidak salah,” ujarnya.

Pembangunan

Pemindahan Endro ini berkaitan dengan merebaknya polemik di sekitar pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) di atas lahan situs purbakala Segaran III dan IV di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Pembangunan PIM, yang merupakan tahap awal dari pembangunan Majapahit Park, itu dilakukan sejak 22 November 2008 dan telah merusak situs purbakala bekas ibu kota Kerajaan Majapahit di bawahnya.

Gejala kerusakan itu mulai tercium kalangan arkeolog sejak awal proses penggalian melalui informasi dari orang-orang di lingkungan PIM lama (dulunya Balai Penyelamatan Arca atau Museum Trowulan) dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jatim.

Tanggal 5 Desember, sebuah tim evaluasi yang dibentuk Direktorat Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mengunjungi lokasi dan menemukan gejala perusakan situs. ”Saat itu juga tim merekomendasikan agar proses penggalian dihentikan sementara sambil menunggu penelitian arkeologi di situs penting ini,” kata ketua tim evaluasi, Prof Dr Mundardjito, yang juga arkeolog senior dari Universitas Indonesia.

Selain Mundardjito, tim evaluasi tersebut beranggotakan Ir Arya Abieta, mewakili Ikatan Arsitek Indonesia (IAI); Ir Osrifoel Oesman dari UI; Dr Daud Aris Tanudirdjo dari Universitas Gadjah Mada (UGM); dan Ketua Perkumpulan Peduli Majapahit Gotrah Wilwatikta Anam Anis SH.

Memberi informasi

Endro mengakui bahwa sejak kedatangan pertama tim evaluasi, dia telah mendampingi tim dan memberikan informasi serta data selengkapnya. ”Tim itu diperintahkan oleh Direktur Purbakala, yang artinya atasan saya juga. Jadi, apa yang saya lakukan tidak menyimpang dari tugas dan kewajiban saya,” ujar Endro.

Akan tetapi, rekomendasi tim tersebut diabaikan oleh pelaksana lapangan dan proses penggalian, bahkan pengecoran beton, mulai dilaksanakan. Informasi tersebut terus disampaikan Endro kepada Mundardjito, sampai akhirnya arkeolog senior dari UI tersebut mengunjungi kembali lokasi pembangunan pada tanggal 15 Desember. ”Saat itu kerusakannya sudah parah,” tutur Mundardjito.

Dari hasil kunjungan lapangan kedua ini, beserta bukti foto-foto kerusakan yang terjadi, Mundardjito memberi pemaparan kepada Dirjen Sejarah dan Purbakala beserta jajarannya di Jakarta tanggal 19 Desember. Hingga akhirnya diputuskan agar seluruh proses pembangunan dihentikan. Keputusan inilah yang rupanya membuat gerah para pelaksana pembangunan di lapangan.

Namun, setelah keputusan penghentian tanggal 19 Desember itu, salah satu anggota tim evaluasi, Anam Anis, yang tinggal di Mojokerto masih menyaksikan pembangunan terus dilanjutkan keesokan harinya. Bahkan, saat Kompas mengunjungi lokasi pembangunan, perkembangan pekerjaan konstruksi sudah jauh lebih maju dibandingkan pada saat Mundardjito mengunjungi lokasi itu tanggal 15 Desember.

Kesalahan

Dihubungi secara terpisah, Kepala BP3 Jatim I Made Kusumajaya mengatakan, alasan pemindahan Endro karena yang bersangkutan telah berbuat terlalu banyak kesalahan. ”(Memberikan informasi) itu hanya salah satu (kesalahan) saja. Mengapa ia tidak menggunakan jalur birokrasi sebagai bagian dari sebuah tim. Tidak etis dia sebagai PNS melakukan hal seperti itu,” kata Made.

Menurut Made, sebagai seorang arkeolog dalam tim pembangunan PIM, apa yang dilakukan Endro telah melampaui wewenangnya. (DHF/INK)

Tim Evaluasi PIM Rambah Situs Lain

Tim evaluasi pembangunan Taman Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Rabu (4/2), memastikan akan mengevaluasi kondisi situs sejarah peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya berkaitan dengan pengumpulan data tahap kedua yang akan mulai dilakukan hingga Jumat (6/2).

Salah seorang anggota tim evaluasi itu, Anam Anis, yang juga Ketua Perkumpulan Peduli Majapahit Gotrah Wilwatikta menyebutkan bahwa tim juga akan melakukan kunjungan guna mengumpulkan data dan evaluasi ke situs Klinterejo di Kecamaran Sooko, Kabupaten Mojokerto, situs Nglinguk di Kecamatan Trowulan, Mojokerto, dan situs Wates Umpak di Trowulan, Mojokerto pada Kamis (5/2) ini.

Sementara itu, Ketua Tim evaluasi pembangunan Taman Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Prof Dr Mundardjito pada hari yang sama menyebutkan bahwa proses pengumpulan data lapangan tahap kedua itu belum bisa memberikan kesimpulan utuh.

DPD: Pemerintah Melanggar UU Cagar Alam

Pemerintah dinilai melanggar UU No.5/1992 tentang Benda Cagar Budaya terkait proyek pembangunan Pusat informasi Majapahit (PIM) yang dibangun di atas lahan seluas 2.190 m2 di lokasi situs Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.

Demikian hasil kunjungan kerja dan pembahasan tim Panitia Ad Hoc III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang disampaikan Ketuanya faisal Mahmud di Gedung DPD di Senayan Jakarta, Kamis.

Pembangunan PIM dilakukan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Terkait masalah itu, PAH III DPR selain melakukan peninjauan lokasi juga telah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan kalangan ahli arkeologi.

Berdasarkan hal itu, DPD menyatakan, pemerintah mengabaikan perlindungan, legalisasi pengawasan terhadap benda cagar budaya sehingga menimbulkan kerusakan situs Majapahit Trowulan.

"Pemerintah tidak menerapkan pengelolaan benda cagar budaya secara tepat sehingga menimbulkan kerusakan situs tersebut," kata Faisal Mahmud.

Pemerintah juga dinilai lalai dalam bertindak. Sebagai penanggungjawab, pemerintah semestinya melakukan perlindungan benda cagar budaya dan tidak membiarkan terjadinya kerusakan akibat pembangunan PIM tersebut.

Karena itu, DPD mendesak pemerintah menghentikan secara total terhadap tindakan pengrusakan situs Majapahit. Pemerintah diminta segera melakukan rehabilitasi secara menyeluruh dan maksimal terhadap kerusakan situs Majapahit.

Pemerintah harus melakukan perlindungan benda cagar budaya yang merupakan situs Majapahit dengan melakukan legalisasi terhadap situs dam benda cagar budaya di Kawasan Trowulan.

Kerusakan Situs Majapahit Masih Dalam Batasan Wajar?

Warga Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, menganggap wajar jika terjadi kerusakan pada situs Majapahit.

"Kami menganggap kerusakan di situs Majapahit merupakan sesuatu hal yang wajar," kata Prasetyo, salah seorang warga Desa Segaran di Mojokerto, Jumat (9/1)

Ia mengatakan, kerusakan-kerusakan pada situs peninggalan Kerajaan Majapahit bukan merupakan hal baru bagi warga masyarakat.

"Banyak di antara situs yang ditemukan itu kondisinya sudah tidak utuh lagi, seperti Candi Gentong dan Sumur Upas yang ketika ditemukan hanya tinggal puing-puingnya saja," katanya mencontohkan.

Belum lagi makam Minak Jinggo, lanjut Prasetyo, yang juga tinggal batu-batu bata kuno saja saat ditemukan.

"Oleh karena itu, kami menganggap kerusakan situs Majapahit yang ada di Kecamatan Trowulan ini sebagai sesuatu hal yang wajar," katanya menegaskan.

Menyinggung pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) yang ramai dibicarakan orang karena diduga telah terjadi kerusakan pada situs Majapahit, dia mengatakan, tidak hanya di samping museum (lokasi pembangunan PIM) itu saja yang ditemukan benda-benda peninggalan Kerajaan Majapahit.

"Kalau mau digali, seluruh kawasan di Kecamatan Trowulan ini juga akan banyak ditemukan benda-benda serupa," katanya.

Meski demikian, dia menyayangkan kepada warga yang kebetulan menemukan benda peninggalan Kerajaan Majapahit yang menjualnya kepada kolektor benda purbakala. Seyogianya penemuan benda itu dilaporkan kepada petugas Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan Mojokerto.

"Saya sendiri kurang mengerti apa motif warga menjual barang temuan tersebut kepada kolektor daripada ke BP3. Mungkin harga jualnya lebih tinggi ketimbang diberikan kepada BP3," katanya.

Ungkapan serupa dikatakan oleh Syaiful, salah seorang penggali batu bata di kawasan Trowulan. Dia lebih senang menjual barang temuan tersebut kepada kolektor daripada melaporkan ke BP3 karena harganya lebih tinggi.

"Kalau saya menemukan benda-benda peninggalan Majapahit, lebih baik dijual kepada kolektor karena harganya lebih mahal dan prosesnya tidak rumit. Akan tetapi, hingga sekarang, saya belum menemukannya," akunya.

Batas Kerusakan Situs Majapahit Relatif Sulit Ditentukan

Batas kerusakan situs sejarah peninggalan Kerajaan Majapahit akibat pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) di Trowulan, Mojokerto, relatif sulit ditentukan. Tim evaluasi pembangunan Taman Majapahit di Trowulan, Mojokerto, yang dipimpin Prof Mundardjito, Jumat (6/2), masih terus melakukan pengumpulan data terkait penentuan itu.

Salah seorang anggota tim evaluasi, Osrifoel Oesman, menjelaskan bahwa fokus kerja saat ini diarahkan pada penentuan kerusakan berdasarkan setiap grid yang ada. "Dulu kita hanya tahu wilayah kerusakannya saja, sekarang kita akan ketahui per grid, " katanya.

Grid yang dimaksudkan Osrifoel adalah metode ekskavasi dengan menggali kotak-kotak uji berukuran 2 x 2 meter yang tersebar menyeluruh dalam lokasi pembangunan seluas 100 x 92 meter yang sebelumnya direncanakan jadi bangunan Cungkup Surya Majapahit sebagai bangunan inti PIM yang kemudian diketahui merusak situs sejarah itu.