Jumat, 06 November 2009

Teknologi dan Kesenian Majapahit

Keagungan karya arsitektural masa Majapahit yang dapat disaksikan kini tidak lain merupakan cerminan dari kemampuan mewujudkan simbol dan spirit religius dewa-raja melalui perpaduan keunggulan teknologi rancang bangun dan kesenian. Sosoknya hadir dalam percandian yang dipersembahkan sebagai pendharmaan bagi raja, titisan Sang Dewa, yang mangkat.

Kitab Negarakertagama menyebutkan 27 buah percandian, tetapi hanya beberapa di antaranya yang masih dapat kita kenali saat ini sebagai Candi Singosari, Candi Kidal, Candi Jago, Candi Jawi, Candi Simping dan Bhayalango. Ciri yang menyertai percandian Majapahit adalah kaki candi yang tinggi bertingkat dengan tubuh candi yang dibalut bingkai melingkar, dan atap candi yang tinggi menyita pandangan. Kita juga mengenal arsitektur Majapahit dari bangunan Profan (bukan bersifat religius) seperti gapura, pertirtaan, dan kolam.

Potret arsitektur pekotaan Majapahit selintas tergambar dari sebuah kesaksian musafir Cina Mahuan, si penulis Kitab Ying-Yai Sheng-Lan. Majapahit atau Man-Che-Po-i digambarkan sebagai tempat tinggal raja yang dikeliling tembok bata. Keraton tampak seperti rumah bertingkat dan atapnya terbuat dari kayu tipis yang disusun seperti ubin keramik (sirap). Lantainya terbuat dari papan yang ditutupi anyaman tikar pandan atau rotan. Rumah penduduk biasanya beratap jerami. Mereka memiliki peti dari batu yang dipakai untuk menyimpan harta milik.

Berdasarkan berbagai sumber seperti relief candi di Jawa Timur dan miniatur rumah terakota, maka dapat diperkirakan betuk arsitektur bangunan tinggal pada masa Majapahit. Pada masa awal diperkirakan kostruksi bangunan terbuat dari kayu yang berdiri diatas batur.

Di dalam rumah tersebut belum terdapat pembatas ruangan secara permanen. Penutup atapnya genteng. Bangunan seperti ini mungkin digunakan sebagai pendopo atau bale, tempat istirahat, dan tidur. Pada masa akhir Majapahit, rumah tinggal sudah memiliki pembatas.

Berdasarkan berbagai sumber tertulis didapatkan pula gambaran mengenai tata ruang perkotaan Majapahit. Kota Majapahit berorientasi ke utara. Semua bagian penting berada di utara termasuk keraton. Pemukiman rakyat berada di sebeah selatan. Pola kota terbagi menjadi 9 zona yang dibatasi oleh jalan-jalan yang berpotongan. Tempat tinggal raja terletak di bagian tengah, sedangkan bangunan suci berada di sebelah barat daya kota.

Namun dengan demikian, hanya dengan pengujian arkeologis kita dapat memastikan apakah pola seperti ini yang digunakan pada masa Majapahit.

Di Situs Trowulan ditemukan pula jenis-jenis barang yang terbuat dari lempung bakar atau terakota dalam jumlah yang sangat melimpah. Dapat disimpulkan bahwa ketika itu terakota sangat berperan dalam kehidupan penduduk kota. Terakota Majapahit dari Situs Trowulan amat kaya ragamnya, diantaranya seperti unsur bangunan (bata, genteng, jobong sumur, pipa saluran), wadah (periuk, pasu, kendi, tempayan, jambangan), hiasan (hiasan pilar bangunan, boneka, vas bunga), situs religi (sesaji, meterai), dan alat kebutuhan praktis lainnya seperti timbangan, dan lampu (clupak). Sebagian besar terakota ini diduga merupakan buatan setempat karena ditemukan alat produksinya yang berupa pelandas. Selain terakota, di Situs Trowulan banyak ditemukan juga berbagai benda yang terbuat dari bahan logam dan batu seperti genta, guci amerta dan arca, yang telah memiliki nilai seni yang cukup tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

siap berkontribusi?