Rabu, 17 Februari 2010

Kerusakan Situs Trowulan Pertama Kali Diketahui Arsitek

Direktur Peninggalan Purbakala Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Soeroso mengatakan kerusakan situs Majapahit di Trowulan, Jawa Timur, pertama kali diketahui dari arsitek Pusat Informasi Majapahit, Baskoro Tedjo. ”Ia melihat terlalu banyak struktur bangunan di situs,” ujar Soeroso saat dihubungi kemarin.

Soeroso menuturkan, Baskoro melihat situs tersebut pada 26 November tahun lalu, setelah peletakan batu pertama pembangunan Taman Purbakala Majapahit di kawasan Pusat Informasi Majapahit, Mojokerto, Jawa Timur, pada 3 November. Temuan Baskoro lalu dilaporkan ke Direktorat Sejarah dan Purbakala. Soeroso bersama beberapa ahli arkeologi, termasuk Mundardjito, dari Universitas Indonesia, segera ke Trowulan.

Rekomendasi tim setelah kunjungan itu adalah menghentikan pembangunan. Proyek berhenti sementara selama satu pekan, tapi kemudian berlangsung lagi dalam pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto. Singkat cerita, pada 19 Desember tim Departemen bersama para ahli arkeologi memutuskan pembangunan Taman Purbakala Majapahit dihentikan.

Adapun Baskoro membenarkan bahwa dia menelepon Soeroso dan melaporkan hal tersebut. Sebagai arsitek, Baskoro mengaku tidak diberi tahu akan ada penggalian untuk membuat fondasi.

Padahal Baskoro sudah mengingatkan agar desain pembangunan tersebut dikerjakan dengan memperhatikan kondisi yang ada, yakni memperhatikan lokasi dan meminimalkan kerusakan situs. ”Sejak awal, saya sudah memberikan alternatif untuk melakukan penyelidikan pada site,” ujarnya saat ditemui di Bandung, Jawa Barat, kemarin

Arsitek senior perancang Selasar Soenaryo ini juga sudah mengingatkan bahwa pembangunan tidak boleh merusak situs. ”Desain saya adalah mengekspos keindahan situs, bukan merusak,” ujar pemenang kreatif Museum Tsunami Aceh ini.

Relokasi, kata dia, rencananya masih di dalam kawasan situs seluas 9 x 11,5 kilometer itu, tapi pada tempat yang sudah rusak. Ia mengakui pembangunan pusat informasi yang sekarang terletak pada situs yang memang di bawahnya padat sekali. Kesalahan ini karena pemerintah memilih membangun pusat informasi di tempat yang sudah dibeli. Kalau di tempat yang disarankan sekarang, ternyata masih dimiliki rakyat. ”Belum tentu Dewan Perwakilan Rakyat setuju untuk membeli saat itu,” kata Menteri Jero.

Ketua tim evaluasi, Mundardjito, menegaskan akan bekerja cepat untuk merehabilitasi situs. Ia memaklumi kerusakan yang terjadi akibat kecepatan penggalian tanpa mengindahkan pencatatan data. Kecepatan penggalian, kata dia, menyebabkan situs sulit direkonstruksi. "Sistem recording-nya kacau," ujarnya. Akibatnya, batu-bata yang dibongkar pekerja galian tidak ada tandanya.

Karena itu, dia berharap pemerintah mau belajar dari kerusakan situs Majapahit di Trowulan. ”Harus ada pasal yang melarang perusakan situs bersejarah,” ujarnya. Mundardjito berharap situs yang tersisa di Trowulan dapat dikonservasi. Kalau dibiarkan terbuka dan terkena pengaruh cuaca, akan mudah rusak. Ia menyarankan agar situs yang terbuka ditutup terpal plastik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

siap berkontribusi?